Sumur di Tengah Lapangan Sungai

 Sumur di Tengah Lapangan Sungai

Indah Mutiara

Lembaga Kelompok Peduli Adat Desa Logandu, Kebumen

Tangan-tangan kecil nan kokoh Misem (40) dan Dewi (13) terus bergerak ke dasar sumur yang berada di tengah lapangan sungai. Ya, lapangan sungai. Bedanya, di tengah lapangan yang satu ini terlihat berbagai macam batuan dengan ukuran, warna, dan jenis yang variatif.

 

Sungai selebar lapangan futsal itu telah berubah menjadi hamparan tanah kering dengan daun berserakan. Air sungai yang biasanya membasahi betis orang-orang yang menyeberanginya dengan kaki telanjang kini seakan ditelan bumi.

Hilang sama sekali dalam hening, kering dan asing.

 

Misem dan Dewi terus mengisi ember yang dipegangnya dengan air sumur itu. Gemericik air saling bersahutan. Gayung keduanya pun tak jarang bertabrakan.

 

Sumurnya tergolong dangkal, hanya sekitar setengah meter dalamnya dan ditutupi plastik dan tampir –sejenis nyiru yang bentuknya lebih besar-- yang sudah rusak anyamannya. Air sungai sumur itu terlihat tak begitu jernih, ditambah serpihan daun kering mengambang diatasnya.

Meskipun airnya sedikit keruh, tangan mereka terus mengayuh.

 

Dewi berhenti, meletakan gayung oranye-nya di tanah dengan terbalik agar pasir sungai tak mengotori permukaan gayung. Ia bernapas terengah-engah, ember pun baru terisi setengah. Di sebelah kirinya, tergeletak setumpuk baju kotor yang berteriak minta dicuci.

Pemandangan berbeda terlihat di sebelah kiri Misem. Di sana ada sebuah ember kecil berisi sabun, sikat gigi, dan pasta gigi.

Tangan keduanya bergantian meniti air dari sumur yang hampir kering itu dengan semangat. Bagaimana tidak, sumur itu adalah satu-satunya sumber air terdekat yang masih mengalir.

Selain untuk mencuci baju dan mandi, air sumur di sungai di Desa Logandu, Kecamatan karanggayam itu digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari mulai dari merendam singkong sebelum dibuat menjadi oyek -- makanan pengganti nasi yang terbuat dari singkong -- dan menyiram tanaman tembakau, salah satu komoditas unggulan di desa tersebut.

 

 “Ya saya biasanya pakai air sumur ini untuk mandi dan mencuci baju, anak-anak saya juga seringnya di sini mandinya, soalnya dekat juga, kan,” ujar Misem disela-sela ia mengambil air dari sumur tersebut.

Tak sedikit pula warga yang memanfaatkan air sumur untuk minum sehari-sehari.

“Kadang juga orang pakai untuk minum sehari-hari, tapi hanya beberapa orang yang butuh saja,” tuturnya.

Memang sumur ini bukan sumber air satu-satunya. Ada sumber air lain, namun jaraknya yang jauh membuat mereka lebih suka memanfaatkan sumur ini. Sumber air lain itu berada di sebuah belik --sumber mata air yang berukuran kecil -- yang terletak di atas bukit.

 

Selain jalannya yang menanjak untuk menuju belik, jarak yang jauh juga membuat warga lebih memilih mengambil air di sumber air yang lebih dekat.

 

Untuk mengakalinya, warga menggunakan selang untuk mengalirkan air dari atas belik menuju rumah-rumah. Biasanya, satu rumah mempunyai satu selang. Sebagian warga lainnya memilih patungan membeli selang untuk digunakan oleh dua hingga tiga rumah. Namun, pilihan ini terkadang memunculkan konflik.

“Iya ada dua rumah yang selangnya barengan dari Dompo apa Cabe itu, kemarin malam itu malah berantem gara-gara rebutan air, enggak mau gantian katanya, jadi yang satunya terus marah,” ucap Suwito, ketua RT 05 RW 01 Desa Logandu.

Konflik itu muncul di tengah langkanya air karena air merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tanpanya, manusia tidak akan pernah bisa hidup. Tubuh manusia terdiri atas 70% air. Lihat, betapa pentingnya air untuk manusia.

Air sangat penting, apalagi di musim kering.

Karena sulitnya mendapatkan air yang cukup untuk keperluan sehari-hari, warga Desa Logandu pun tak tinggal diam. Mereka sudah pernah mencoba membuat beberapa sumur gali sedalam 15-20 meter, namun tak sampai hitungan bulan, air kembali kering.

Adi Karta, seorang warga Dukuh Karangmangu Desa Logandu adalah satu warga yang sudah membuat sumur gali di belakang rumahnya. Namun, tetap saja, usahanya sia-sia.

“Saya sudah pernah mencoba menggali sumur, patungan dengan tetangga, sampai habis berapa, ya, tapi, ya, tetap saja tidak keluar airnya,” ujarnya.

Tenaga dan biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Para tetangga dikerahkan untuk membantunya membuat sumur gali tersebut. Namun, kini sumurnya dibiarkan begitu saja. Bukannya menampung air, sumurnya kini menampung sampah. Ah, sayang sekali.

Hal serupa dilakukan oleh Almarhum Bapak Suhono, salah satu sesepuh Desa Logandu. Ia pernah membuat sumur gali di halaman barat rumahnya, namun tak bisa menampung air. Kini sumurnya sudah ditutup dengan tumpukan kayu dan tidak digunakan.

“Kalau sekarang sumurnya dibiarkan saja, kan sudah enggak  pernah ada airnya,” ujar Budiarti, salah satu putri Almarhum Bapak Suhono.

Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari mulai dari membuat sumur gali dan sumur sungai agar dapat menjaga ketersediaan air pada musim kemarau seperti saat ini. Juga, warga memasang selang untuk mengalirkan air dari belik menuju rumah.

Sumur yang sengaja dibuat di tengah sungai yang sudah kering menjadi alternatif sumber air yang dapat digunakan untuk tetap mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari.

Walaupun airnya tidak begitu jernih, namun jaraknya yang dekat dengan pemukiman menjadikan sumur ini banyak dimanfaatkan oleh warga sebagai sarana pemenuhan kebutuhan sehar-sehari khususnya pada musim kemarau.

 

 



 

 

 

 

Postingan populer dari blog ini

Mbok Cok, Aktivis Kritis Krisis Air